Kamis, 11 Januari 2018

Makna Filosofi dari Setiap bagian pada bangunaAir Mancur di depan Gedung Rektorat Universitas Lampung


Asslamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.....


Salam Mahasiswa......😊

Perkenalkan saya Rizaludin beserta Rekan Rekan Kelas Genap Program Studi Pendidikan Sejarah angkatan 2015 Universitas Lampung, bermaksud akan bebagi pengetahuan,kali ini saya dan rekan rekan akan berbagi Informasi mengenai Makna Filosofi dari setiap bagian pada bangunan Air Mancur di depan gedung Rektorat Universitas Lampung.

ini merupakan tugas Akhir yang berupa penelitian  yang diberikan oleh Drs.Ali Imron.M.Hum pada mata kuliah Sejarah Lisan dan Tradisi Lisan. semoga dengan adanya Blog ini dapat menambah pengetahuan kita khususnya untuk Mahasiswa Universitas Lampung umumnya untuk khalayak umum semua

Tak lupa yang selalu kami harapkan Saran, Kritik dan komentar yang membangun agar kami dapat memperbaiki kesalahan yang saya dan rekan rekan belum tuliskan dlam blog ini untuk segera saya dan rekan rekan saya perbaik. Terimakasih atas Kunjungannya semoga bermamfaat


Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh


Happy Reading Friend....
.


Makna Filosofi dari Setiap Bagian pada Bangunan Air Mancur di depan Gedung Rektorat Universitas Lampung




Arsitektur sering diterjemahkan sebagai wujud suatu bangunan yang merupakan benda budaya hasil karya manusia. Dari hasil karya manusia seperti ini tersirat adanya nilai-nilai budaya yang erat hubungannya dengan nilai-nilai filosofis religius (Kuntjaraningrat, 1982). Dalam kehidupan sehari-hari, bangunan, sebagai produk dari arsitektur yang paling umum, adalah tempat tinggal karena memang manusia pertama kali membuat bangunan adalah untuk memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya yang paling mendasar yaitu sebagai tempat tinggal atau bernaung. Manusia memerlukan tempat bernaung untuk dapat bertahan hidup, karena itu tempat bernaung merupakan hal yang sangat utama.
Bangunan air mancur yang berada di depan Rektorat Universitas Lampung merupakan desain yang dibuat oleh Bapak Rislan Syarif. Pak Rislan lahir di Kotabumi, 26 Desember 1950. Pak Rislan juga arsitek yang mendesain gedung Rektorat Universitas Lampung lima lantai. Di Kenali, Lampung Barat, menjadi objek penelitiannya. Lalu Pak Rislan meneliti tentang budaya Lampung lewat kain. Pada 1984, pak Rislan mempopulerkan motif kapal. Di Lampung, menurut penelitiannya, lekukan di kanan kiri pada motif kapal menandakan kekuasaan. Kini banyak bangunan di Lampung menggunakan motif kapal sebagai ornament di atapnya.

1.      Tiga Bangunan di Tengah Air Mancur

Kembali mengenai bangunan air mancur, bangunan ini terdiri dari 3 bangunan di tengah yang merupakan perlambangan dari bentuk kayu arra atau pohon ayat atau pohon kehidupan. Sedangkan berjumlah 3 buah karena melambangkan tri dharma perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat. Makna kegunaan pohon Hayat atau Arra dalam bentuk lain adalah penggunaan kayu arra pada saat pesta-pesta penting. Kayu Arra didirikan dan dibuat bercabang-cabang, serta digantungi kain-kain, keranjang dan tikar. Upacara kadang-kadang berlangsung sampai lebih dari tiga hari. Tradisi “perang-perangan” dilangsungkan dibawah kayu Arra yang diberdirikan tadi dan dipilih anak gadis yang masih termasuk anggota keluarga dengan memakai “siger” dan mengenakan pakaian dari kain yang berkilau.




2.      Bangunan Alas Air Mancur yang Sudut-Sudutnya seperti Perahu

Bentuk alas atau bangunan alas dari air mancur tersebut seperti memiliki motif perahu di ujung-ujungnya itu karena melambangkan kekuasaan. Lambang perahu ini diambil dari kain pelepai. Di Lampung pada zaman dahulu kala, kain kapal atau pelepai hanya boleh dipakai oleh kalangan terbatas, yaitu para punyimbang dan keluarganya, karena pelepai dianggap sebagai lambang bangsawan. Pada saat upacara, kain pelepai biasanya di gantung sebagai pelambang status sosial punyimbang. Sedangkan kain tampan boleh digunakan oleh setiap tingkat sosial, yang berfungsi sebagai pokok upacara dalam masyarakat dan sebagai pengikat manusia dengan dunia sakral. (Holmen dan Anita, 1989; Suwati, 1992/1993).

Jika dilihat dari makna simbolisnya, penggambaran kapal/perahu pada kain adat Lampung ini sebenarnya sangat erat hubungannya dengan filosofi kehidupan masyarakat Lampung itu sendiri. Kapal itu diibaratkan dengan perjalanan hidup manusia mulai sejak lahir, menginjak dewasa, berkeluarga, dan kemudian mati, yang merupakan gerak alami setiap manusia yang harus kita lewati dengan bats-batas tingkatan dan kritis.


3.      Bangunan Berbentuk Oval
Bangunan air mancur ini dibuat tidak bulat yakni berbentuk oval agar pengendara bisa melihat air mancur secara keseluruhan kemudian ditambah terdapat patok-patok yang berbentuk trapezium untuk mengantisipasi orang-orang yang berkendara agar tidak mempercepat laju kendaraan dan terhindar dari kecelakaan.

4.      Air Mancur Dibuat Bergerak ke Atas
Air mancur dibuat bergerak ke atas karena setan takut dengan air mancur yang seperti ini. Pak Rislan mengatakan memang pembuatan air mancur ini penuh akan mitologi dan filosofi. Penuh kreativitas, namun tidak ngawur melainkan sarat akan makna. Kemudian, di kanan dan kiri air mancur terdapat 2 kolam yang terdapat air mancur kecil. Kolam tersebut jika sore hari ketika matahari menyinari maka sinar dari air mancur tersebut akan memantul ke atas dan dapat dilihat dari lantai atas rektorat. Air mancur bergerak ke atas melambangkan culuk langi yang diambil dari filosofi gunung pesagi. Bagi sebagian masyarakat Lampung, cerita kehidupan mereka berada dibawah bayang-bayang gunung Pesagi yang selalu menyirat suatu keajaiban legenda dan  yang mengidentifikasikan permukaan gunung tersebut laksana daratan yang sangat luas dengan pemandangan yang sama ke segala arah (pesagi).
Pada puncak atap yang yang lebih dikenal dengan nama culu langi biasanya diberi hiasan cincin dari bahan mental karena culu langi merupakan jembatan para roh untuk naik ke alam atas atau pun turun ke bumi.

5.      Bangunan Alas yang Mengelilingi Air Mancur disebut Plaza Demokrasi
Bangunan alas yang mengelilingi air mancur disebut plaza demokrasi karena disitulah tempat mahasiswa melakukan demonstrasi menyerukan demokrasi dan kebenaran, menyerukan apa yang ada di fikirannya.


6.      Motif Tapis yang Mengelilingi Air Mancur
Bentuk dari air mancur tersebut dari lingkaran dasarnya merupakan gambar dari tapis lampung yang dimana pihak arsitek membuat gambar tersebut untuk memperkenalkan tapis Lampung kepada siapa saja yang melihatnya.


Demikianlah makna-makna dari setiap bagian bangunan air mancur yang berada di depan rektorat Universitas Lampung. Pak Rislan berharap air mancur tersebut dapat melambangkan masyarakat dan budaya Lampung, dapat menggambarkan kehidupan kampus yang demokrasi dan menjunjung tri dharma perguruan tinggi, serta sebagai lambang harapan Universitas Lampung menjadi kampus hijau.


Sumber Lisan:
Wawancara dengan Pak Rislan. Hari Jum’at 22 Desember 2017 pukul 16.00 WIB.
Sumber buku:

Syarief, Rislan. 2017. Pengaruh Warisan Budaya Perahu Pada Arsitektur Tradisional di Lampung. Lampung: Aura Publishing.

Selasa, 26 April 2016

KATA DASAR,KATA TURUNAN,KATA ULANG,KATA GABUNGAN (MAJEMUK)

WELCOM TO MAY BLOG

saya disini mau share nih tentang kata dasar,kata Turunan,kata ulang dan kata Gabungan simak dengan baik ya :)



JANGAN LUPA KASIH SARAN DAN KRITIK ATAU KOMENTAR YANG MEMBANGUN



KATA DASAR,KATA TURUNAN,KATA ULANG, DAN KATA GABUNGAN (MAJEMUK)



2.1 KATA DASAR
kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan.
Kata dasar bisa membentuk satu kesatuan kalimat, yaitu:
1. Ular yang mati itu sangat  panjang
2.. Budi datang ke rumahku dengan sangat cepat.
3. Kakak suka makan kue bakpia dari kota Jogjakarta.
4.Kantor pajak penuh sesak

Kalimat – kalimat di atas disusun dari kata – kata dasar. Kata dasar ditulis sebagai kesatuan yang berdiri sendiri.
Ø  Contoh: sahabat, daerah, datang, pergi, panas, dingin, jalan, marah, pintar
1. Sahabat, kata dasar dari persahabatan
2. Daerah, kata dasar dari kedaerahan
3. Datang, kata dasar dari kedatangan
4. Pergi, kata dasar dari bepergian
5. Panas, kata dasar dari dipanaskan
6. Dingin, kata dasar dari didinginkan
7. Jalan, kata dasar dari menjalankan
8. Marah, kata dasar dari dimarahi
9. Pintar, kata dasr dari terpintar

2.2 KATA TURUNAN
     Sederhananya, kata turunan adalah kata dasar yang mendapat imbuhan, baik berupa awalan, sisipan atau akhiran, maupun gabungan kata. Kata turunan termasuk salah satu unsur pembentuk kalimat selain kata dasar dalam setiap penulisan artikel. Untuk mendapat gambaran lebih jelas tentang definisi kata turunan, simak macam-macam bentuk kata turunan; Kata turunan dapat berupa kata dasar yang mendapat imbuhan; awalan, sisipan dan akhiran. Imbuhan itu ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Ø  Contoh;
catatan (kata dasar [catat], mendapat akhiran [-an])         (Akhirnya)
berlari (kata dasar [lari], mendapat awalan [ber-])            (Awalan)
gemetar (kata dasar [getar], mendapat sisipan [-em-])      (Sisipan)

2.2.1 Jenis imbuhan

Jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Imbuhan sederhana; hanya terdiri dari salah satu awalan atau akhiran.
    1. Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-, dan se-
    2. Akhiran: -kan, -an, -i, -lah, dan –nya

  1. Imbuhan gabungan; gabungan dari lebih dari satu awalan atau akhiran.
    1. ber-an
    2. di-kan dan di-i
    3. diper-kan dan diper-i
    4. ke-an dan ke-i
    5. me-kan dan me-i
    6. memper-kan dan memper-i
    7. pe-an
    8. per-an
    9. se-an
    10. ter-kan dan ter-i
  2. Imbuhan spesifik; digunakan untuk kata-kata tertentu (serapan asing).
    1. Akhiran: -man, -wan, -wati dan -ita.
    2. Sisipan: -in-,-em-, -el-, dan -er-.

2.2.2 Contoh kata yang diawali dengan “ME”

Pembentukan dengan awalan me- memiliki aturan sebagai berikut:
  1. tetap, jika huruf pertama kata dasar adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh → meluluh, me- + makan → memakan.
  2. me-mem-, jika huruf pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- + baca → membaca, me- + pukul → memukul*, me- + vonis → memvonis, me- + fasilitas + i → memfasilitasi.
  3. me-men-, jika huruf pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- + datang → mendatang, me- + tiup → meniup*.
  4. me-meng-, jika huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h. Contoh: me- + kikis → mengikis*, me- + gotong → menggotong, me- + hias → menghias.
  5. me-menge-, jika kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom → mengebom, me- + tik → mengetik, me- + klik → mengeklik.
  6. me-meny-, jika huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu → menyapu*.
Huruf dengan tanda * memiliki sifat-sifat khusus:
  1. Dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf vokal Atau kata Dasar yang di awali dengan hurup K,T,S,P. Contoh: me- + tipu → menipu, me- + sapu → menyapu, me- + kira → mengira.
  2. Tidak dilebur jika huruf kedua kata dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- + klarifikasi → mengklarifikasi.
  3. Tidak dilebur jika kata dasar merupakan kata asing yang belum diserap secara sempurna. Contoh: me- + konversi → mengkonversi
·         Kata turunan berupa gabungan singkatan dan imbuhan yang dirangkai menggunakan tanda hubung.
Ø  Contoh: mem-PHK-kan  mem-PTUN-kan.
·         Kata turunan berupa gabungan kosa kata asing dan imbuhan yang dirangkai menggunakan tanda hubung.
Ø  Contoh; me-recall di-upgrade.
·         Kata turunan juga dapat berupa gabungan bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital. Kata turunan ini, penulisannya dirangkai menggunakan tanda hubung (–).
Ø  Contoh; pro-Indonesia, non-Indonesia, pan-Afrika
·         Kata turunan yang bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang mengikuti atau mendahuluinya.
Ø  Contoh;sebar luaskan bertepuk tangan garis bawahi
·         Kata turunan yang bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan mendapatkan awalan dan akhiran sekaligus, maka unsur gabungan kata itu ditulis serangkan dengan imbuhannya.
Ø  Contoh;
menyebarluaskan
pertanggungjawaban
melipatgandakan
mencampuradukan
Kata turunan yang salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Ø  Contoh;
Adipati                                                                       
adikuasa
aerodinamika
aeromodeling
antarkota
antiteroris
anumerta
audiogram
biokimia
bioetanol
caturtunggal
demiliterisasi
dwiwarna
dwitunggal
ekawarna
ekstrakurikuler
inframerah
infrastruktur
inkonvensional
intoleransi
kosponsor
mahasiswa
mancanegara
monoteisme
monorail
multilateraln
nonkolaborasi
pascasarjana
paripurna
poligami
politeknik
poliklinik
pramusaji
prasangka
purnawirawan
saptakrida
semiprofesional
subseksi
swadaya
telepon
transmigrasi
tritunggal
ultramodern
·         Jika kata [maha] merujuk kepada Tuhan dan diikuti oleh kata berimbuhan, maka gabungan keduanya ditulis terpisah dan unsur-unsur pembentuknya dimulai dengan huruf kapital.
Ø  Contoh;
Kita serahkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih Anda harus bertobat kepada Tuhan yang Maha Pengampun.
·         Tapi, jika kata [maha] sebagai unsur gabungan merujuk pada Tuhan, namun diikuti oleh kata dasar, gabungan katanya ditulis serangkai. Ketentuan ini tidak berlaku untuk kata dasar [esa].
Ø  Contoh;
Hanya Tuhan yang Mahakuasa yang bisa menentukan nasib kita.
Semoga Tuhan yang Maha Esa mengabulkan permohonan kita.
·         Bentuk-bentuk terikat dari bahasa asing yang sudah kita serap dalam bahasa Indonesia, seperti [pro], [kontra] dan [anti], dapat kita jadikan sebagai kata dasar.
Ø  Contoh;
Lebih banyak masyarakat yang kontra, ketimbang pro terhadap kebijakan penaikan harga bahan bakar minyak. Dia selalu anti terhadap jemaat ahmadiyah.
Itu tadi uraian tentang kata turunan.
2.3. KATA ULANG
Kata ulang adalah bentuk kata yang merupakan pengulangan kata dasar. Pengulangan ini dapat memiliki atau menciptakan arti baru.
Perhatikan contoh berikut ini !
Rumput itu berwarna hijau. Adik membuat rumput – rumputan dari plastik. Serangga itu melarikan diri dan hilang di balik rerumputan.

Kata rumput di atas mengalami proses reduplikasi sehingga makna kata rumput menjadi banyak. Sedangkan kata rumput yang ketiga mengalami prosese reduplikasi pula tetapi maknanya berubah, yaitu rumput sintetis.
2.3.1 Jenis-Jenis Kata Ulang
Kata ulang memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah kata ulang berdasarkan bentuk dan kata ulang berdasarkan makna yang dibentuk. Nah berikut ini adalah jenis – jenis dan contoh kata ulang. 
a. Kata Ulang Berdasarkan Bentuk 
Kata ulang ini adalah kata - kata yang mengalami perubahan pada bentuk katanya. Nah, marilah kita bahas satu – persatu jenis – jenis kata ulang berikut ini.
1. Dwipurwa (Sebagian)
Dwipurwa adalah kata ulang sebagian. Kata – kata jenis ini mengalami perulangan pada sebagian katanya saja, contohnya adalah leluasa, sesaji, dedaunan, leluhur, pepohonan, pegunungan, tetua, lelaki, dan lain – lain.  
·         Contoh:
Dedaunan itu gugur tertiup oleh angin. 
Mereka menaruh sesaji di depan gua yang terkenal angker itu. 
Pepohonan rubuh akibat diterjang oleh angin kencang. 

2. Dwilingga (menyeluruh)
Dwilingga adalah kata ulang menyeluruh. Kata ulang jenis ini adalah kata yang mengalami pengulangan secara keseluruhan. Contohnya adalah bapak – bapak, anak – anak, rumah – rumah, buku – buku, dan lain – lain. 


·         Contoh Kalimat:
Anak – anak merasa gembira karena mereka akan pergi bertamasya. 
Kami mengumpulkan buku – buku untuk disumbangkan kepada yang membutuhkan. 

b. Kata ulang berubah bunyi
Jenis kata ulang ini mengalami perulangan disertai dengan perubahan bunyi pada sebagian kata. Misalnya teka – teki, utak – atik, mondar – mandir, gotong – royong, lauk – pauk, sayur – mayur, dan lain  lain. 
·         Contoh Kalimat:
Para warga melakukan gotong – royong untuk membersihkan desa. 
Dika mengutak – atik komputernya hingga menjadi rusak.

c. Kata ulang berimbuhan
Jenis kata ulang ini terjadi akibat penambahan imbuhan pada sebagian kata. Misalnya Tarik – menarik, maaf – memaafkan, pukul – memukul, panggil – memanggil, putar – memutar, dan lain – lain. 
·         Contoh Kalimat :
Aku diajarkan oleh ibu untuk tolong menolong antar sesama teman. 
Kita harus maaf – memaafkan di hari yang suci ini. 




d. Kata ulang semu
Jenis kata ulang ini adalah kata yang mengalami proses pengulangan seluruhnya tetapi tidak bisa dipisahkan karena apabila di pisahkan maka akan tidak mempunyai makna. misalnya kupu – kupu, laba – laba, umang – umang, pura – pura, lain – lain, dan sebagainya. 
·         Contoh Kalimat :
Rumah ini dipenuhi oleh sarang laba – laba. 
Dia pura – pura tidak mengenal orang tuaanya akibatnya tuhan murka kepadanya. 

2.3.2  Kata Ulang Merubah Makna Kata


1. Menyatakan kesamaan
Kata ulang yang mengalami pembentukan makna ini adalah keibu – ibuan, kemuda – mudaan, kebiru – biruan, kemerah – merahan, dan lain – lain. 
·         Contoh :
Karena sikapnya yang keibu – ibuan, aku sangat mengaguminya. 
Wajahnya kebiru – biruan karena terkena bola. 

2. Menyatakan saling 
Kata ulang yang mengalami pembentukan makna ini pukul – memukul, salam – salaman, rangkul – merangkul, maaf – memaafkan, tolong – menolong, tukar - menukar dan lain – lain.
 Contoh Kalimat :
Setelah acara itu selesai, semua orang salam – salaman satu sama lain. 
Bemaaf – memaafkanlah kalian sebelum kalian telah tiada!

3. Menyatakan jamak dan beragam
Kata ulang yang mengalami pembentukan makna ini adalah sayur – mayur, buah – buahan, - tumbuh – tumbuhan, mobil – mobil, bapak – bapak, dan lain – lain. 
·         Contoh Kalimat:
Ibu menyurhku memakan sayur – mayur agar sehat. 
Mobil – mobil yang terparkir itu milik para pejabat. 

4. Menyatakan intensitas
Kata ulang yang mengalami pembentukan makna ini adalah bolak – balik, mondar-mandir, jalan-jalan, makan-makan, berjam-jam, bertahun - tahun dan lain-lain

·         Contoh Kalimat:
Aku telah menunggunya pulang selama bertahun – tahun. 
Kami diundang ke rumah Doni untuk makan – makan bersama.

5. Menyatakan bilangan
Kata ulang yang mengalami pembentukan makna ini adalah satu-satu, dua-dua, tiga-tiga, empat-empat, dan sebagainya. 
·         Contoh Kalimat:
Dika membagikan bungkusan nasi satu persatu kepada anak yatim. 




6. Menyatakan keadaan atau situasi
Kata ulang yang mengalami pembentukan makna ini adalah mentah – mentah, hidup-hidup, merah-merah, dan lain-lain.
·         Contoh Kalimat :
Cacing itu dimakan hidup – hidup sebagi obat typus. 
Petani buah alpukat memanen buahnya mentah – mentah sebelum terkena penyakit hama. 

7. Menyatakan suatu bentuk kegiatan 

Kata ulang yang mengalami pembentukan makna ini adalah masak – memasak, jahit – menjahit, dan sebaainya.
·         Contoh Kalimat:
Mereka mengundangku untuk masak – memasak di rumah Budi.
Jahit – menjahit adalah keahlian Budi. 
4. KATA GABUNGAN/MAJEMUK
        Kata majemuk adalah bentuk kata yang terdiri dari dua kata yang berhubungan secara padu dan membentuk arti atau makna baru.
1.gabungan kata yang  mendapatkan imbuhan.

·         Apabila gabungan kata itu mendapatkan awalan atau akhiran saja, awalan atau akhiran itu harus dirangkai dengan kata yang dekat dengannya. Kata lainnya tetap ditulis terpisah dan tidak diberi tanda hubung.

Ø  Contoh: berterima kasih; bertanda tangan; tanda tangani; dll.

·         Apabila gabungan kata itu mendapatkan awalan dan akhiran, penulisan gabungan kata harus serangkai dan tidak diberi tanda hubung.

Ø  Contoh:menandatangai; pertanggungjawaban;mengkambinghitamkan; dll.

2.Gabungan kata yang sudah dianggap satu kata.

·         Dalam bahasa Indonesia ada gabungan kata yang sudah dianggap padu benar. Arti gabungan kata itu tidak dapat dikembalikan kepada arti kata-kata itu.

Ø  Contoh: bumiputra; belasungkawa; sukarela; darmabakti; halalbihalal; kepada; segitiga; padahal; kasatmata; matahari; daripada; barangkali; beasiswa; saputangan; dll

Kata daripada, misalnya, artinya tidak dapat dikembalikan kepada kata dari dan pada. Itu sebabnya, gabungan kata yang sudah dianggap satu kata harus ditulis serangkai.

3.Gabungan kata yang salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata yang mengandung arti penuh, unsur itu hanya muncul dalam kombinasinya.

Contoh: tunanetra; tunawisma; narasumber; dwiwarna; perilaku; pascasarjana; subseksi; dll.

Kata tuna berarti tidak punya, tetapi jika ada yang bertanya, “Kamu punya uang?” kita tidak akan menjawabnya dengan “tuna”. Begitu juga dengan kata dwi, yang berarti dua, kita tidak akan berkata, “saya punya dwi adik laki-laki.” Karena itulah gabungan kata ini harus ditulis dirangkai.





Perhatikan gabungan kata berikut!

·         Jika unsur terikat itu diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara kedua unsur itu diberi tanda hubung.

Ø  Contoh: non-Indonesia; SIM-ku; KTP-mu.

·         Unsur maha dan peri ditulis serangkai dengan unsur yang berikutnya, yang berupa kata dasar. Namun dipisah penulisannya jika dirangkai dengan kata berimbuhan.

Ø  Contoh: Mahabijaksana; Mahatahu; Mahabesar.

Maha Pengasih; Maha Pemurah; peri keadilan; peri kemanusiaan.

·         Tetapi, khusus kata ESA, walaupun berupa kata dasar, gabungan kata maha dan esa ditulis terpisah => Maha Esa